Kimia Unsur Golongan Transisi
Periode Keempat

sifat unsur transisi periode
keempat, reaksi kimia dan pengolahan unsur transisi periode keempat,
pemanfaatan unsur transisi periode keempat dalam kehidupan sehari-hari, sifat
senyawa kompleks yang terbentuk dari berbagai unsur transisi periode keempat,
serta penulisan nama senyawa kompleks yang terbentuk.
Unsur transisi periode keempat umumnya memiliki elektron valensi pada
subkulit 3d yang belum terisi penuh (kecuali unsur Seng (Zn) pada Golongan IIB).
Hal ini menyebabkan unsur transisi periode keempat memiliki beberapa sifat khas
yang tidak dimiliki oleh unsur-unsur golongan utama, seperti sifat
magnetik, warna ion, aktivitas katalitik, serta kemampuan membentuk senyawa
kompleks. Unsur transisi periode keempat terdiri dari sepuluh unsur, yaitu
Skandium (Sc), Titanium (Ti), Vanadium (V), Kromium (Cr), Mangan (Mn), Besi
(Fe), Kobalt (Co), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), dan Seng (Zn).
Dalam satu periode dari kiri (Sc) ke kanan (Zn), keelektronegatifan unsur
hampir sama, tidak meningkat maupun menurun secara signifikan. Selain itu,
ukuran atom (jari-jari unsur) serta energi ionisasi juga tidak mengalami
perubahan signifikan. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa semua unsur
transisi periode keempat memiliki sifat kimia dan sifat fisika yang serupa. Hal
ini berbeda dengan unsur utama yang mengalami perubahan sifat yang sangat
signifikan dalam satu periode (lihat materi Unsur
–Unsur Periode Ketiga).
Unsur transisi periode keempat umumnya memiliki keelektronegatifan yang
lebih besar dibandingkan unsur Alkali maupun Alkali tanah, sehingga kereaktifan
unsur transisi tersebut lebih rendah bila dibandingkan Alkali maupun Alkali Tanah.
Sebagian besar unsur transisi periode keempat mudah teroksidasi (memiliki E°red
negatif), kecuali unsur Tembaga yang cenderung mudah tereduksi (E°Cu
= + 0,34 V). Hal ini berarti bahwa secara teoritis, sebagian besar unsur
transisi periode keempat dapat bereaksi dengan asam kuat (seperti HCl)
menghasilkan gas hidrogen, kecuali unsur Tembaga.
Akan tetapi, pada kenyataanya,
kebanyakan unsur transisi periode keempat sulit atau bereaksi lambat dengan
larutan asam akibat terbentuknya lapisan oksida yang dapat menghalangi reaksi
lebih lanjut. Hal ini terlihat jelas pada unsur Kromium. Walaupun memiliki
potensial standar reduksi negatif, unsur ini sulit bereaksi dengan asam akibat
terbentuknya lapisan oksida (Cr2O3) yang inert. Sifat
inilah yang dimanfaatkan dalam proses perlindungan logam dari korosi
(perkaratan).
Dibandingkan unsur Alkali dan Alkali Tanah, unsur-unsur transisi periode
keempat memiliki susunan atom yang lebih rapat (closed packing).
Akibatnya, unsur transisi tersebut memiliki kerapatan (densitas) yang jauh
lebih besar dibandingkan Alkali maupun Alkali Tanah. Dengan demikian, ikatan
logam (metallic bonds) yang terjadi pada unsur transisi lebih kuat. Hal
ini berdampak pada titik didih dan titik leleh unsur transisi yang jauh lebih
tinggi dibandingkan unsur logam golongan utama. Selain itu, entalpi pelelehan
dan entalpi penguapan unsur transisi juga jauh lebih tinggi dibandingkan unsur
logam golongan utama.
Unsur transisi periode keempat memiliki tingkat oksidasi (bilangan
oksidasi) yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tingkat energi subkulit 3d
dan 4s yang hampir sama. Oleh sebab itu, saat unsur transisi melepaskan
elektron pada subkulit 4s membentuk ion positif (kation), sejumlah elektron
pada subkulit 3d akan ikut dilepaskan. Bilangan oksidasi umum yang dijumpai
pada tiap unsur transisi periode keempat adalah +2 dan +3. Sementara, bilangan
oksidasi tertinggi pada unsur transisi periode keempat adalah +7 pada unsur
Mangan (4s2 3d7).
Bilangan oksidasi rendah umumnya ditemukan pada ion Cr3+, Mn2+,
Fe2+, Fe3+, Cu+, dan Cu2+,
sedangkan bilangan oksidasi tinggi ditemukan pada anion oksida, seperti CrO42-,
Cr2O72-, dan MnO4-.
Perubahan bilangan oksidasi ditunjukkan oleh perubahan warna larutan.
Sebagai contoh, saat ion Cr+7 direduksi menjadi ion Cr3+,
warna larutan berubah dari orange (jingga) menjadi hijau.
Cr2O72-(aq) +
14 H+(aq) + 6 e- ——> 2 Cr3+(aq)
+ 7 H2O(l)
Besi (Fe) adalah unsur yang cukup melimpah di kerak bumi (sekitar 6,2%
massa kerak bumi). Besi jarang ditemukan dalam keadaan bebas di alam. Besi
umumnya ditemukan dalam bentuk mineral (bijih besi), seperti hematite (Fe2O3),
siderite (FeCO3), dan magnetite (Fe3O4).
Logam Besi bereaksi dengan larutan asam klorida menghasilkan gas hidrogen.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Fe(s) + 2 H+(aq) ——> Fe2+(aq)
+ H2(g)
Larutan asam sulfat pekat dapat mengoksidasi logam Besi menjadi ion Fe3+.
Sementara larutan asam nitrat pekat akan membentuk lapisan oksida Fe3O4
yang dapat menghambat reaksi lebih lanjut. Umumnya, Besi dijumpai dalam bentuk
senyawa dengan tingkat oksidasi +2 dan +3. Beberapa contoh senyawa Besi (II)
antara lain FeO (hitam), FeSO4. 7H2O (hijau), FeCl2 (kuning),
dan FeS (hitam). Ion Fe2+ dapat dengan mudah teroksidasi
menjadi ion Fe3+ bila terdapat gas oksigen yang cukup dalam larutan
Fe2+. Sementara itu, senyawa yang mengandung ion Besi (III) adalah
Fe2O3 (coklat-merah) dan FeCl3 (coklat)
A.
Sifat Kimia Logam Transisi

Dari tabel
sifat keperiodikan di atas, kita dapat simpulkan beberapa sifat atomik dan
sifat fisis dari logam transisi :
1.
Jari-jari
atom berkurang dari Sc ke Zn, hal ini berkaitan dengansemakin bertambahnya
elektron pada kulit 3d, maka semakin besar pula gaya tarik intinya,
Sehingga jarak elektron pada kulit terluar ke inti
semakin kecil.
Energi ionisasi cenderung bertambah dari Sc ke Zn. Walaupun terjadi sedikit
fluktuatif, namun secara umum Ionization Energy (IE) meningkat dari Sc ke Zn.
Kalau kita perhatikan, ada sesuatu hal yang unik terjadi pada pengisian
elektron pada logam transisi. Setelah pengisian elektron pada subkulit 3s dan
3p, pengisian dilanjutkan ke kulit 4s tidak langsung ke 3d, sehingga
kalium dan kalsium terlebih dahulu dibanding Sc. Hal ini berdampak pada grafik
energi ionisasinya yang fluktuatif dan selisih nilai energi ionisasi
antar atom yang berurutan tidak terlalu besar. Karena ketika
logam menjadi ion, maka elektron pada kulit 4s lah yang terlebih
dahulu terionisasi.
3.
Konfigurasi elektron
Kecuali unsur Cr dan Cu, semua unsur transisi periode keempat
mempunyai elektron pada kulit terluar 4s2, sedangkan
pada Cr dan Cu adalah 4s1.

4. Bilangan
oksidasi
Senyawa-senyawa
unsur transisi di alam ternyata mempunyai bilangan oksidasi lebih dari satu.
Adanya bilangan oksidasi lebih dari satu ini disebabkan mudahnya melepaskan
elektron valensi. Dengan demikian, energi ionisasi pertama, kedua dan
seterusnya memiliki harga yang relatif lebih kecil dibanding unsur golongan
utama.
Walaupun unsur
transisi memiliki beberapa bilangan oksidasi, keteraturan dapat dikenali.
Bilangan oksidasi tertinggi atom yang memiliki lima elektron yakni jumlah
orbital d berkaitan dengan keadaan saat semua elektron d (selain elektron s)
dikeluarkan. Jadi, dalam kasus skandium dengan konfigurasi elektron (n-1)d1ns2,
bilangan oksidasinya 3. Mangan dengan konfigurasi (n-1)d5ns2,
akan berbilangan oksidasi maksimum +7.
Bila jumlah
elektron d melebihi 5, situasinya berubah. Untuk besi Fe dengan konfigurasi
elektron (n-1)d6ns2, bilangan oksidasi utamanya adalah +2
dan +3. Sangat jarang ditemui bilangan oksidasi +6. Bilangan oksidasi tertinggi
sejumlah logam transisi penting seperti kobal Co, Nikel Ni, tembaga Cu dan zink
Zn lebih rendah dari bilangan oksidasi atom yang kehilangan semua elektron
(n–1)d dan ns-nya. Di antara unsur-unsur yang ada dalam golongan yang sama, semakin
tinggi bilangan oksidasi semakin penting untuk unsur-unsur pada periode yang
lebih besar.

Struktur
elektronik unsur-unsur blok d adalah sebagai berikut:
Sc
|
![]() |
[Ar] 3d14s2
|
Ti
|
![]() |
[Ar] 3d24s2
|
V
|
![]() |
[Ar] 3d34s2
|
Cr
|
![]() |
[Ar] 3d54s1
|
Mn
|
![]() |
[Ar] 3d54s2
|
Fe
|
![]() |
[Ar] 3d64s2
|
Co
|
![]() |
[Ar] 3d74s2
|
Ni
|
![]() |
[Ar] 3d84s2
|
Cu
|
![]() |
[Ar] 3d104s1
|
Zn
|
![]() |
[Ar] 3d104s2
|
Sifat sifat
yang lain seperti kemagnetan, warna ion dan senyawa, dan sifat katalitik akan
dijelaskan secara terperinci pada halaman lain.
Sebagian besar
logam terdapat di alam dalam bentuk senyawa. Hanya sebagian kecil terdapat
dalam keadaan bebas seperti emas, perak dan sedikit tembaga. Pada umumnya
terdapat dalam bentuk senyawa sulfida dan oksida, karena senyawa ini sukar
larut dalam air. Contohnya : Fe2O3, Cu2S, NiS,
ZnS, MnO2.
Pengolahan
logam dari bijih disebut metalurgi. Bijih adalah mineral atau benda alam
lainnya yang secara ekonomis dapat diambil logamnya. Karena logam banyak
terdapat dalam bentuk senyawa (oksida, sulfida), maka prosesnya selalu reduksi.
Ada tiga tingkat proses pengolahan,
yaitu :
1. Menaikan
konsentrasi bijih.
2. proses
reduksi
3. Pembersihan,
pembuatan aliase dan pemurnian
1. Menaikan
Konsentrasi Bijih.
Memisahkan
bijih dari campurannya misalnya dengan ditumbuk, lalu dipisahkan dengan
berbagai cara, misalnya :
a. Dicuci
dengan air.
b. Diapungkan
dengan deterjen atau zat pembuih (flotasi)
c. Dipisahkan
dengan magnet
d. Dengan
pemanggangan. Bijih dipanaskan di udara terbuka, menghasilkan oksidanya.

e. Dilarutkan
sehingga terbentuk senyawa kompleks
2. Proses Reduksi
Umumnya
menggunakan reduktor yang murah yaitu karbon (kokes). Untuk logam yang reaktif
digunakan reduktor yang lebih kuat seperti hidrogen, logam alkali tanah dan
alumunium. Logam-logam yang sangat reaktif dilakukan reduksi elektrolisis
(reduksi katodik)
a. Reduksi
dengan karbon (C) :


b. Reduksi
dengan logam yang lebih reaktif :


3. Proses Pemurnian (refining)
Dengan
proses-proses peleburan, destilasi atau dengan elektrolisis. Proses peleburan
misalnya untuk memperoleh tembaga 99% untuk membuat baja dan sebagainya. Untuk
memperoleh tembaga yang murni untuk keperluan teknik listrik dilakukan dengan
elektrolisis. Dengan destilasi misalnya pada pembuatan air raksa dan seng.
Berikut ikhtisar mineral dan cara memperoleh logam transisi periode 4.
Tabel 55.1 Mineral dan cara memperoleh logam transisi periode keempat.
Unsur
|
Bijih/mineral
|
Senyawa yang direduksi
|
Pereduksi
|
Keterangan
|
Sc
|
Tidak dibuat dalam skala industri
|
|||
Ti
|
Rutile,
TiO2
|
TiCl4
|
Mg atau Na
|
|
V
|
Carnolite,
V2O5
|
V2O5
|
Al
|
|
Cr
|
Chromite,
FeCr2O4
|
Na2Cr2O7
|
C lalu Al
|
|
Mn
|
Pyrolucite,
MnO2
|
Mn3O4
|
Al
|
|
Fe
|
Haematite,
Fe2O3
|
Fe2O3
|
C atau CO
|
Dapur tinggi
|
Magnetite,
Fe3O4
|
||||
Co
|
Cobaltite,
Co As S
|
Co3O4
|
Al
|
|
Ni
|
Millerite,
NiS
|
NiO
|
C
|
|
Cu
|
Copper
glance, CuS
|
Cu2S
|
S*
|
|
Zn
|
Zink
blende, ZnS
|
ZnO
|
C(CO)
|
Dapur tinggi
|

B. BESI DIEKSTRAKSI DARI OKSIDA
BESI DENGAN REDUKTOR KARBON
PENGOLAHAN BESI BAJA
Bahan da Bahan Dasar : Bijih besi hematit Fe2O3, magnetit Fe3O4,
bahan tambahan batu gamping, CaCO3 atau pasir (SiO2). Reduktor
kokes (C)
Dasar Dasar Reduksi : Reduksi dengan gas CO, dari pembakaran tak
sempurna (C).
Tempat Tempat : dapur tinggi
(tanur tinggi), yang dindingnya terbuat dari batu tahan api.
Gb.55.1. Dapur Tinggi
Reaksi dalam
dapur tinggi adalah kompleks. Secara sederhana dapat dilihat pada penjelasan
berikut. Dalam 24 jam rata-rata menghasilkan 1.000 – 2.000 ton besi kasar dan
500 ton kerak (terutama CaSiO3). Kira-kira 2 ton bijih, 1 ton kokes
dan 0,3 ton gamping dapat menghasilkan 1 ton besi kasar.
Reaksi yang terjadi :
1. Reaksi
pembakaran.
Udara yang panas dihembuskan ,
membakar karbon terjadi gas CO2 dan panas. Gas CO2yang
naik direduksi oleh C menjadi gas CO.


2. Proses
reduksi
Gas CO mereduksi bijih.


Besi yang terjadi bersatu dengan C,
kemudian mleleh karena suhu tinggi (1.5000C)
3. Reaksi
pembentukan kerak


kerak Pasir
Karena suhu yang tinggi baik besi
maupun kerak mencair. Besi cair berada di bawah. Kemudian dikeluarkan melalui
lubang bawah, diperoleh besi kasar dengan kadar C hingga 4,5%. Disamping C
mengandung sedikit S, P, Si dan Mn. Besi kasar yang diperoleh keras tetapi
sangat rapuh lalu diproses lagi untuk membuat baja dengan kadar C sebagai
berikut :
baja ringan kadar C : 0,05
– 0,2 %
baja medium kadar C : 0,2
– 0,7 %
baja keras kadar C : 0,7 –
1,6 %
Pembuatan baja :
Dibuat dari besi kasar dengan
prinsip mengurangi kadar C dan unsur-unsur campuran yang lain. Ada 3 cara :
1. Proses
Bessemer :
Besi kasar dibakar dalam alat
convertor Bessemer. Dari lubang-lubang bawah dihembuskan udara panas sehingga C
dan unsur-unsur lain terbakar dan keluar gas. Setelah beberapa waktu kira-kira
¼ jam dihentikan lalu dituang dan dicetak.
2. Open-hearth
process
Besi kasar, besi tua dan bijih
dibakar dalam alat open-hearth. Oksida-oksida besi (besi tua, bijih) bereaksi
dengan C dan unsur-unsur lain Si, P, Mn terjadi besi dan oksida-oksida SiO2,
P2O5, MnO2 dan CO2. dengan
demikian kadar C berkurang.
3. Dengan
dapur listrik.
Untuk memperoleh baja yang baik,
maka pemanasan dilakukan dalam dapur listrik. Hingga pembakaran dapat dikontrol
sehingga terjadi besi dengan kadar C yang tertentu.
C. EKSTRAKSI TEMBAGA DARI BIJIHNYA DILAUKAN MELALUI RANGKAIAN
REAKSI REDOKS.
Pengolahan tembaga
Tembaga
terdapat di alam dalam bentuk senyawa Cu2S, Cu2O.
Bijih tembaga dinaikan konsentrasinya dengan proses pengapungan (flotasi) lalu
dikenakan proses pemanggangan. Maka terjadi proses reduksi intramolekuler,
diperoleh tembaga.
Reaksinya :
Cu2S + O2 2 Cu + SO2
2 Cu2S
+ 3 O2 2 Cu2O + 2 SO2
Cu2S + 2 Cu2O 6
Cu + SO2
Tembaga yang
diperoleh belum murni tetapi sudah dapat digunakan untuk berbagai keperluan
seperti pipa, bejana, dan lain-lain, tetapi belum baik untuk penghantar
listrik. Untuk memurnikan dilakukan proses elektrolis.
Proses pemurnian
tembaga :
Susunan
: - Katode : logam Cu dilapis tipis dengan karbon grafit.
- Anode : logam Cu
tak murni
- Elektrolit : larutan
CuSO4

Anode : Cu (An) Cu+2 +
2e-
![]() |

Yang dapat tereduksi pada katode hanya Cu, sedang logam yang kurang reaktif
(Ag, Au) mengendap di dasar bejana, dan logam yang lebih reaktif (Fe) tetap
dalam larutan, sebagai ion Fe2+, Ag dan Au merupakan hasil
tambahan.
B.
Sifat Fisika Logam Transisi

Pada sistem periodik unsur,
yang termasuk dalam golongan transisi adalah unsur-unsur golongan B, dimulai
dari IB – VIIB dan VIII. Sesuai dengan pengisian elektron pada subkulitnya,
unsur ini termasuk unsur blok d, yaitu unsur-unsur dengan elektron valensi yang
terletak pada subkulit d dalam konfigurasi elektronnya. Pada bagian ini
unsur-unsur transisi yang akan dibahas adalah unsur transisi pada periode 4,
yang terdiri dari skandium (Sc), titanium (Ti), vanadium (V), krom (Cr), mangan
(Mn), besi (Fe), kobalt (Co), nikel (Ni), tembaga (Cu), dan seng (Zn).
1. Sifat Logam TransisiSemua unsur transisi adalah logam, yang bersifat lunak, mengkilap, dan penghantar listrik dan panas yang baik. Perak merupakan unsur transisi yang mempunyai konduktivitas listrik paling tinggi pada suhu kamar dan tembaga di tempat kedua. Dibandingkan dengan golongan IA dan IIA, unsur logam transisi lebih keras, punya titik leleh, titik didih, dan kerapatan lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena unsur transisi berbagi elektron pada kulit d dan s, sehingga ikatannya semakin kuat.
2. Bilangan Oksidasi
Tidak seperti golongan IA dan IIA yang hanya mempunyai bilangan oksidasi +1 dan +2, unsur-unsur logam transisi mempunyai beberapa bilangan oksidasi. Seperti vanadium yang punya bilangan oksidasi +2, +3, dan +4.
3. Sifat Kemagnetan
Setiap atom dan molekul mempunyai sifat magnetik, yaitu paramagnetik, di mana atom, molekul, atau ion sedikit dapat ditarik oleh medan magnet karena ada elektron yang tidak berpasangan pada orbitalnya dan diamagnetik, di mana atom, molekul, atau ion dapat ditolak oleh medan magnet karena seluruh elektron pada orbitnya berpasangan. Sedangkan pada umumnya unsur-unsur transisi bersifat paramagnetik karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan pada orbital-orbital d-nya. Sifat paramagnetik ini akan semakin kuat jika jumlah elektron yang tidak berpasangan pada orbitalnya semakin banyak. Logam Sc, Ti, V, Cr, dan Mn bersifat paramagnetik, sedangkan Cu dan Zn bersifat diamagnetik. Untuk Fe, Co, dan Ni bersifat feromagnetik, yaitu kondisi yang sama dengan paramagnetik hanya saja dalam keadaan padat.
4. Ion Berwarna
Tingkat energi elektron pada unsur-unsur transisi yang hampir sama menyebabkan timbulnya warna pada ion-ion logam transisi. Hal ini terjadi karena elektron dapat bergerak ke tingkat yang lebih tinggi dengan mengabsorpsi sinar tampak. Pada golongan transisi, subkulit 3d yang belum terisi penuh menyebabkan elektron pada subkulit itu menyerap energi cahaya, sehingga elektronnya tereksitasi dan memancarkan energi cahaya dengan warna yang sesuai dengan warna cahaya yang dapat dipantulkan pada saat kembali ke keadaan dasar. Misalnya Ti2+ berwarna ungu, Ti4+ tidak berwarna, Co2+ berwarna merah muda, Co3+ berwarna biru, dan lain sebagainya.

Warna Unsur Transisi Beserta Bilangan Oksidasi nya

1.
Sumber dan Kegunaan Skandium (Sc)

Scandium adalah unsur yang jarang terdapat di
alam. Walaupun ada, umumnya terdapat dalam bentuk senyawa dengan biloks +3.
Misalnya, ScCl3, Sc2O3, dan Sc2(SO4)3.
Sifat-sifat senyawa skandium semuanya mirip, tidak berwarna dan bersifat
diamagnetik. Hal ini disebabkan dalam semua senyawanya skandium memiliki
konfigurasi elektron ion Sc3+, sedangkan sifat warna dan kemagnetan ditentukan
oleh konfigurasi elektron dalam orbital d. Logam skandium dibuat melalui
elektrolisis lelehan ScCl3. Dalam jumlah kecil, scandium digunakan
sebagai filamen lampu yang memiliki intensitas tinggi.
2.
Sumber dan Kegunaan Titanium (Ti)

Titanium merupakan unsur yang tersebar luas dalam kulit bumi (sekitar 0,6% massa kulit bumi). Oleh karena kerapatan titanium relatif rendah dan kekerasan tinggi, titanium banyak dipakai untuk bahan struktural, terutama pesawat terbang bermesin jet, seperti Boeing 747. Mesin pesawat terbang memerlukan bahan yang bermassa ringan, keras, dan stabil pada suhu tinggi. Selain ringan dan tahan suhu tinggi, logam titanium tahan terhadap cuaca sehingga banyak digunakan untuk material, seperti pipa, pompa, tabung reaksi dalam industri kimia, dan mesin mobil. Umumnya, senyawa titanium digunakan sebagai pigmen warna putih. Titanium(IV) oksida merupakan material padat yang digunakan sebagai pigmen putih dalam kertas, cat, plastik, fiber sintetik, dan kosmetik. Sumber utama titanium(IV) oksida adalah bijih rutil (matrik TiO2) dan ilmenit (FeTiO3). Rutil diolah dengan klorin membentuk TiCl4 yang mudah menguap, kemudian dipisahkan dari pengotor dan dibakar menjadi TiO2.
TiCl4(g) + O2(g) →
TiO2(s) + Cl2(g)
Ilmenit diolah dengan asam sulfat
membentuk senyawa sulfat yang mudah larut dalam air.
FeTiO3(s) + H2SO4(aq)
→ Fe2+(aq) + TiO32+(aq) + 2SO42–(aq)
+ 2H2O(l)
Campuran hasil reaksi dimasukkan ke dalam
vakum agar terbentuk FeSO4.7H2O padat yang mudah
dikeluarkan. Sisa campuran dipanaskan menjadi titanium(IV) oksida hidrat (TiO2.H2O),
selanjutnya hidrat dikeluarkan melalui pemanasan membentuk TiO2
murni.
TiO2.H2O(s) → TiO2(s)
+ H2O(g)
Senyawa titanium(III) dapat diperoleh
melalui reduksi senyawa titan yang memiliki biloks +4. Dalam larutan air, Ti3+
terdapat sebagai ion Ti(H2O)63+ berwarna ungu,
yang dapat dioksidasi menjadi titanium(IV) oleh udara. Titanium(II) tidak
stabil dalam bentuk larutan, tetapi lebih stabil dalam bentuk oksida padat
sebagai TiO atau sebagai senyawa halida TiX2.
3.
Sumber dan Kegunaan Vanadium (V)

Vanadium tersebar di kulit bumi sekitar 0,02% massa kulit bumi. Sumber utama vanadium adalah vanadit, Pb3(VO4)2. Vanadium umumnya digunakan untuk paduan dengan logam besi dan titanium. Vanadium(V) oksida digunakan sebagai katalis pada pembuatan asam sulfat. Logam vanadium murni diperoleh melalui reduksi elektrolitik leburan garam VCl2. Logam vanadium menyerupai baja berwarna abu-abu dan bersifat keras serta tahan korosi. Untuk membuat paduan tidak perlu logam murninya. Contohnya, ferrovanadium dihasilkan melalui reduksi campuran V2O5 dan Fe2O3 oleh aluminium, kemudian ditambahkan besi untuk membentuk baja vanadium, baja sangat keras yang digunakan pada bagian mesin dan poros as.
4.
Sumber dan Kegunaan Kromium (Cr)

Bijih kromium paling murah adalah kromit, FeCr2O4, yang dapat direduksi oleh karbon menghasilkan ferrokrom.
FeCr2O4(s) + 4C(s) →
Fe–2Cr(s) + 4C(g)
Logam kromium banyak digunakan untuk membuat pelat baja dengan sifat
keras, getas, dan dapat mempertahankan permukaan tetap mengkilap dengan cara
mengembangkan lapisan film oksida.
Kromium dapat membentuk senyawa dengan biloks +2, +3, +6. Kromium(II)
dalam air merupakan reduktor kuat. Kromium(VI) dalam larutan asam tergolong
oksidator kuat. Misalnya, ion dikromat (Cr2O72–)dapat
direduksi menjadi ion Cr3+:
Cr2O72–(aq)
+ 14H+(aq) + 6e– → 2Cr3+(aq) + 7H2O(l)
Biloks
|
Senyawa
|
+2
|
CrX2
|
+3
|
CrX3, Cr2O3, dan Cr(OH)3
|
+6
|
K2Cr2O7, Na2CrO4,
dan CrO3
|
Dalam larutan basa, kromium(VI) terdapat
sebagai ion kromat, tetapi daya oksidatornya berkurang.
CrO42–(aq) + 4H2O(l)
+ 3e– → Cr(OH)3(s) + 5OH–(aq)
Kromium(VI) oksida (CrO3) larut
dalam air membentuk larutan asam kuat yang berwarna merah-jingga:
2CrO3(s) + H2O(l)
→ 2H+(aq) + Cr2O72–(aq)
Campuran krom(VI) oksida dan asam sulfat
pekat digunakan sebagai pembersih untuk menghilangkan bahan organik pada
alat-alat laboratorium. Akan tetapi, larutan ini bersifat karsinogen
(berpotensi menimbulkan kanker).
5.
Sumber dan Kegunaan Mangan (Mn)

Mangan relatif melimpah di alam (0,1% kulit bumi). Salah satu sumber mangan adalah batuan yang terdapat di dasar lautan dinamakan pirolusit. Suatu batuan yang mengandung campuran mangan dan oksida besi. Kegunaan umum mangan adalah untuk membuat baja yang digunakan untuk mata bor (pemboran batuan). Mangan terdapat dalam semua biloks mulai dari +2 hingga +7, tetapi umumnya +2 dan +7. Dalam larutan, Mn2+membentuk Mn(H2O)62+, yang berwarna merah muda. Mangan(VII) terdapat sebagai ion permanganat (MnO4–) yang banyak digunakan sebagai pereaksi analitik.
Biloks
|
Senyawa
|
+2
|
Mn(OH)2, MnS, MnSO4, dan MnCl2
|
+4
|
MnO2
|
+7
|
KMnO4
|
6.
Sumber dan Kegunaan Besi (Fe)

Besi merupakan logam yang cukup melimpah dalam kulit bumi (4,7%). Besi murni berwarna putih kusam yang tidak begitu keras dan sangat reaktif terhadap zat oksidator sehingga besi dalam udara lembap teroksidasi oleh oksigen dengan cepat membentuk karat.
Biloks
|
Senyawa
|
+2
|
FeS, FeSO4.7H2O, dan K4Fe(CN)6
|
+3
|
FeCl3, Fe2O3, K3[Fe(CN)6],
dan Fe(SCN)3
|
Campuran +2 dan +3
|
Fe3O4 dan KFe[Fe(CN)6]
|
Di dalam air, garam besi(II) berwarna
hijau terang akibat membentuk ion Fe(H2O)62+.
Besi(III) dalam bentuk ion Fe(H2O)63+ tidak berwarna,
tetapi larutan garamnya berwarna kuning-cokelat akibat terbentuknya ion
Fe(OH)(H2O)52+ yang bersifat basa.
7.
Sumber dan Kegunaan Kobalt (Co)

Walaupun kobalt relatif jarang terdapat di alam, tetapi dapat ditemukan dalam bijih smaltit (CoAs2) dan kobaltit (CoAsS) dalam kadar yang memadai jika diproduksi secara ekonomis. Kobalt bersifat keras, berwarna putih kebiruan, dan banyak digunakan untuk membuat paduan, seperti baja perak (stainless steel). Baja perak merupakan paduan antara besi, tembaga, dan tungsten yang digunakan dalam instrumentasi dan alat-alat kedokteran
Kobalt utamanya memiliki biloks +2 dan +3, walaupun senyawa kobalt
dengan biloks 0, +1, dan +4 juga dikenal. Larutan garam kobalt(II) mengandung
ion Co(H2O)62+ yang memberikan warna merah
muda. Kobalt dapat membentuk berbagai senyawa koordinasi.
Biloks
|
Senyawa
|
+2
|
CoSO4, [Co(H2O)6]Cl2, [Co(H2O)6](NO3)2,
dan CoS
|
+3
|
CoF3, Co2O3, K3[Co(CN)6],
dan [Co(NH3)6]Cl3
|
8.
Sumber dan Kegunaan Nikel (Ni)

Kelimpahan nikel dalam kulit bumi berada pada peringkat ke-24, terdapat dalam bijih bersama-sama dengan arsen, antimon, dan belerang. Logam nikel berwarna putih seperti perak dengan konduktivitas termal dan listrik tinggi, tahan terhadap korosi, dan digunakan untuk melapisi logam yang lebih reaktif. Nikel juga digunakan secara luas dalam bentuk paduan dengan besi membentuk baja. Senyawa nikel umumnya memiliki biloks +2. Larutan garam nikel(II) dalam air mengandung ion Ni(H2O)62+ yang berwarna hijau emerald.
Biloks
|
Senyawa
|
+2
|
NiCl2, [Ni(H2O)6]Cl2, NiS,
NiO, Co2O3, [Ni(H2O)6]SO4
|
9.
Sumber dan Kegunaan Tembaga (Cu)

Tembaga memiliki sifat konduktor listrik sangat baik sehingga banyak digunakan sebagai penghantar listrik, misalnya untuk kabel listrik (Gambar 4.8). Selain itu, tembaga tahan terhadap cuaca dan korosi. Walaupun tembaga tidak begitu reaktif, tetapi dapat juga terkorosi. Warna kemerah-merahan dari tembaga berubah menjadi kehijau-hijauan akibat terkorosi oleh udara membentuk patina.
3Cu(s) + 2H2O(l) + SO2(g)
+ 2O2(g) → Cu(OH)4SO4
Tabel 4.11 Senyawa Tembaga dan Biloksnya
Biloks
|
Senyawa
|
+1
|
Cu2O, Cu2S, dan CuCl
|
+2
|
CuO, CuSO4.5H2O, CuCl2.2H2O,
dan [Cu(H2O)6](NO3)2
|
Tembaga dalam jumlah sedikit diperlukan
oleh tubuh sebagai perunut, tetapi dalam jumlah besar sangat beracun. Oleh
karena beracun, garamtembaga digunakan untuk membunuh jamur,
bakteri,
dan alga.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar